OTAK, instrument pikir akan menghasilkan output untung - rugi, mungkin - mustahil dan benar - salah (berdasarkan ukuran-ukuran yang diciptakan manusia sendiri). Sedang HATI, instrument rasa akan menghasilkan output manfaat - mudlarat, pantas - wagu dan etis - tidak etis (bersarkan inspirasi yang diperoleh dari Sang Pencipta). Otak dan hati adalah dua perangkat yang berbeda. Ketika kita menyiapkan waktu dan ruang di hati untuk menyongsong datangnya inspirasi maka tinggalkan otak, berhentilah berpikir agar inspirasi lebih cepat masuk ke dalam relung hati.

(Pujo Priyono)

===================================================

25 Oktober 2011

Kurang Biaya Rp70.000, Bayi Sakit Tewas di Rumah Sakit

Hanya karena kurang membayar biaya administrasi perawatan pasien, Rumah Sakit (RS) Mitra Anugrah Lestari, Cimahi, Jawa Barat, dituduh telah membiarkan bayi sakit hingga meninggal dunia.

Bayi wanita malang itu bernama Nisza Ismail (10 bulan). Dia mengalami step disertai demam tinggi pada Jumat (20/10/2011), namun keluarga Nizsa berusaha melakukan penanganan sendiri di rumah.

Karena panik demam Nizsa tak juga turun, orang tua Nizsa, Martin dan Susan, membawa Nizsa ke rumah sakit. Namun karena keterbatasan biaya, Martin dan Susan, terpaksa harus berpindah-pindah rumah sakit karena tidak ada yang mau mengobati Nizsa.

"Dikarenakan kondisinya tidak kunjung membaik maka kami (orang tua) memutuskan untuk membawanya ke RS Mitra Kasih, tapi dikarenakan biayanya yang terlalu mahal maka kami pun membawa ke RS Handayani, akan tetapi di RS Handayani tidak menerima pasien bayi dikarenakan tidak memiliki alat yang cukup memadai. Akhirnya pihak RS Handayani merujuk ke RSU Mitra Anugrah Lestari (MAL)," jelas Martin, saat dihubungi, Minggu (23/10/2011).

Di RS MAL, Nizsa langsung dibawa ke UGD, akan tetapi karena masalah administrasi, Nizsa tidak diperkenankan masuk ruang rawat. "Dan tidak ditangani dengan baik, padahal lebih dari setengah dari uang administrasi telah dibayar," kata Martin.

Sore hari Nizsa baru diberi bantuan infus oleh tim perawat, tapi pihak rumah sakit belum juga memindahkan Nizsa ke ruang rawat, hanya karena kekurangan biaya administrasi senilai Rp70.000.

"Baru sekitar jam delapan malam, Nizsa dipindahkan ke Ruang Rawat Anak, setelah kami melunasi biaya pendaftaran (Administrasi) sekitar Rp500 ribu. Akan tetapi itupun belum ditangani dengan baik, dikarenakan tidak adanya dokter spesialis yang masuk pada hari itu," keluh Martin.

Dokter baru tiba tengah malam untuk memeriksa Nizsa. "Tapi itu bukan dokter spesialis melainkan dokter jaga (umum)," kata Martin.

Setelah diperiksa, dokter memberikan resep untuk ditebus, yang berupa obat dan selang sedot lambung dikarenakan dokter mendiagnosa bahwa Nisa terkena infeksi lambung dan perlu untuk dibersihkan lambungnya.

"Tapi dikarenakan kami tidak memiliki biaya, resep pun tidak dapat ditebus karena mereka bilang ada uang, ada obat. Padahal resep itu diperlukan secepatnya," ucap Martin.

Martin dan istrinya berusaha bernegosiasi dengan pihak rumah sakit agar diberikan keringanan untuk menebus obat anaknya, namun pihak rumah sakit tetap tak mau memberikan keringanan.

"Kami pun terpaksa melakukan negosiasi untuk meminta keringanan agar resep diberikan dan biaya akan dibayar besok pagi, tapi itu semua tidak digubris oleh RS MAL. Baru setelah negosiasi dengan sedikit penekanan dan dengan mencoba tuk menjaminkan STNK, pihak RS MAL memberikan obat tersebut dan langsung memasang selang sedot lambung," kata Martin.

Kondisi Nizsa semaki memburuk di rumah sakit, hingga akhirnya pada Subuh keesokan harinya, Sabtu (24/10/2011), Nizsa kembali mengalami step untuk yang keduakalinya, dan pihak rumah sakit kembali memberikan resep yang harus ditebus Martin.

Karena sudah kehabisan uang untuk membiayai pengobatan anaknya di rumah sakit, Martin pun berusaha melakukan negosiasi lagi agar obat dapat ditebus dengan menggadaikan telepon selulernya.

"Kami mencoba untuk menjaminkan handphone, karena mereka bilang obatnya mahal, tapi setelah dicek obat tersebut hanya Rp70 ribu," kata Martin.

Martin berusaha meminta bantuan pada keluarganya, dan sekembalinya ke rumah sakit bersama keluarga-keluarganya, nyawa Nizsa belum juga mendapatkan pertolongan medis.

Melalui perdebatan panjang, akhirnya Nizsa mendapatkan pertolongan, namun sudah terlambat. Kondisi Nizsa semaki memburuk.

Dokter jaga yang memeriksa Nizsa menyarankan agar Nizsa dipindahkan ke ruang rawat ICU, namun pihak rumah sakit tak juga melaksanakan saran dokter lagi-lagi karena alasan uang.

Sekitar pukul 08.00 WIB, Sabtu (22/10/2011) Nizsa baru dipindahkan ke ICU, dan orang tua diminta untuk menebus resep kembali seharga Rp 217.000 yang berupa alat-alat dan obat perawatan selama di ICU.

Kejanggalan ditemukan orang tua Nizsa pada saat pertama resep itu diberikan. "Dokter bilang bahwa resep itu diperlukan secepatnnya, tapi setelah kami berbicara kepada pihak administrasi untuk memberikan dahulu obat-obatan tersebut sambil menunggu kami mengambil uangnya, pihak Administrasi RS mengatakan bahwa resep tersebut tidak begitu mendesak dan akan digunakan nanti siang sekitar pukul 12.00 siang, dan kami disuruh untuk mengambil uangnya terlebih dahulu," kata Martin.

Sekitar pukul 10.00 WIB, pihak RS mengatakan sudah tidak sanggup untuk menangani Nizsa, dan sekitar pukul 11.00, ayah Martin masuk ke ruang ICU dan melihat Nizsa sedang dimasukan selang melalui mulut.

"Entah apa fungsinya, tapi mereka bilang itu untuk pertolongan pertama," kata Martin. Namun nyawa Nizsa sudah tidak bisa tertolong lagi, Nizsa pun menghembuskan nafas terakhirnya pukul 11.00 WIB.

Itu pun pihak keluarga masih dipersulit untuk membawa pulang jasad bayi malang ini, dengan alasan harus mnyelesaikan proses administrasi terlebih dahulu, sebelum membawa jasad anaknya yang sudah tak bernyawa lagi.

--
sumber : http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1788456/kurang-biaya-rp70000-bayi-sakit-tewas-di-rs-mal