Ditulis Oleh Sujiwo Tejo
Rabu, 26 November 2008
Semar: Eh, thole, Petruk dan Bagong. Gareng dowo umur-e. Saiki dirasani, saiki juga mak jleg datang ke Padepokan Karang Tumaritis.Rambut anyar. Piyak tengah. Bentuknya bokong tengkurap. Persis gedung MPR/DPR. Tapi dia nda’ terus duduk.
Gareng: Dari tadi aku mondar-mandir karena sedang berpikir: Aku bingung, tapi kalian ndak tanggap-tanggap: Ndu’ Karang Tumaritis sini ini ne’ akan parkir mobil parkir-e nde’ mana?
Bagong: Ck ck ck ck…, Gareng wis bedo. Di DPR nembe sebulan ae muncul-muncul sudah bawa kendaraan. Kepergok Pak Kumis kuuaapok kamu ya…
Semar: Pak Kumis? Tukang sego goreng nduk Kwitang itu…?
Bagong: Antasari Azhar, goblok!
Semar: Eh, Gong, koen nggoblok-nggoblokno orang tua? Beliau itu bukan Pak Kumis, tapi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Bagong: Tapi kumisan atau jenggotan?
Semar: Eh, thole, jangan underestimate pada penglihatan orang tua ya. Mataku ini pancen wis rembes, tapi jelas kulihat bahwa Ayu Azhari itu, eh Pak Antasari “Azhari” itu Kumisan.
Bagong: Ya berarti Pak Kumis. Podo karo Pak Sakerah. Kalau Pak Jenggot itu ne’ nda’ bakul jamu yo teroris.
Semar: Lho, tapi…
Petruk: Ini berantem generasi muda dan generasi jompo akan terus? Atau wis cukup? Terserah. Tapi ne’ di sini berubah arep dijadikan tempat bertengkar plang nama Padepokan Karang Tumaritis di depan itu ta’ ganti papan nama Dewan Pemimpin Pusat Partaiiii…
Gareng: Jangan, Truk. Ojok!! Kalian bukan partai. Karang Tumaritis alias Karang Kadempel ini kalau tidak ormas ya cuma yayasan. Karena partai itu kendaraan. Ne’orang nda pake kendaraan disebut calon independen. Makanya kere-kere sing arep munggah bale mau jadi bupati, walikota, gubernur atau presiden, selalu ditanya pake kendaraan apa, pake partai apa. Karena partai itu kendaraan. Tapi Karang Tumaritis jelas bukan partai. Karena Karang Tumaritis bukan kendaraan.
Petruk: Maksudmu, di Karang Kadempel ini nda’ ono’ parkir buat kendaraan?
Gareng: Itu antara lain. Dan dari dulu Karang Tumaritis ini anggota dan pengurusnya nda’ keluar masuk. Dari dulu pengurus merangkap anggota di Karang Kadempel ini ya tetap Panakawan. Nda’ pernah Petruk jadi kutu loncat keluar jadi sekjennya Dasamuka di Alengka. Nda’ nate Hanoman lompat pagar dari Prabu Rama masuk memimpin fraksi di Panakawan.
Semar: O iya, iya, Gareng bener. Dari dulu Panakawan ini ya ini-ini saja. Ada bungsu Bagong yang polos tapi ngengkelan. Ada Petruk yang easy going dan happy. Ada Gareng sing kerjaannya tukang analisa.
Petruk: Ada Semar. Sing kebijaksanaannya melebihi dewata tapi entute malah lebih bau dari entut jaran…
Semar: Hush! Eh, iya, empat kekuatan Panakawan itu sebenarnya satu. Satu sebenarnya empat. Papat dadi siji. Siji dadi papat. Ndade’no Jawa Timur…
Gareng: hehe…Iku iklan Pilkada Jawa Timur. Tapi soal partai dan kendaraan tadi itu aku serius.
Petruk: Waduh, serius maneh, Rek?
Gareng: Aku serius. Petruk jangan mengganti papan nama Karang Tumaritis dengan papan nama Partai. Ini beda. Partai-partai sekarang orangnya sedang musim transmigrasi. Mereka meninjing tas ke sana ke mari ngga’ jelas sedang belanja atau mau pindahan, persis lagu campur sari Rondo Kempling. Tahun lalu ngontrak di partai anu, tahun depan bisa boyongan ngontrak di partai lainnya.
Bagong: Ne’ pancen bener ngono, opo’o kok pemimpin partai masih disebut ketua umum? Kok Megawati nda’ dijuluki Ibu Kost PDI-Perjuangan? Kok Jusuf Kalla nda’ Bapak Kost Partai Golkar?
Petruk: Ya, sekarang masih belum, Gong. Nda’ tahu nanti-nanti…Tenang sajalah. Dalam laut dapat diduga, dalam celana siapa tahu.
Gareng: Ehmmm….Saya itu bahwa sesungguhnya prihatin. Prihatin melihat polah tingkah konco-konco di DPR yang jadi kutu loncat utowo pelompat pagar. Ini menunjukkan bahwa partai satu sama lain sudah ngga‘ ada bedanya. Setiap partai nda’ punya keunikan, nda’ duwe ideologi. Jadi orang-orangnya gampang pindah. Yang mereka kejar cuma kursi. Malah Panakawan ideologinya lebih jelas. Setiap masalah kita hadapi dengan empat jadi satu dan kosok baline.
Bagong: Oalah, Gareeeeng, Gareng, kamu itu gaweane mikir tapi goblok, Reng. Pindah-pindah partai itu ndak popo. Karena jare-mu partai itu kendaraan. Yang penting sampe tujuan. Ne’ koen arep nang Situbondo, ndu’ terminal Bungur Asih nda’ onok jurusan Situbondo adanya bus jurusan Jember, lompat saja. Probolinggo turun, pindah dan lompat ke bus jurusan Bondowoso. Besuki turun, pindah dan mencolot bus jurusan Banyuwangi turun tengah jalan di Situbondo. Sampe. Beres.
Petruk: Yo wis, beres, Reng, sana parkir dulu kendaraanmu di bawah pohon sawo jajar.
Gareng: Lho, siapa yang bawa kendaraan? Aku bukan anggota DPR. Aku ini di DPR cuma’ jadi penasihat spiritual sekaligus tempat curhat sekretaris-sekretaris di DPR yang di-faling in love-i bos-bosnya. Aku tadi cuma’ nanya di Karang Tumaritis ini ne’ umpama-ne parkir kendaraan di mana. Ya cuma nanya thok. Siapa yang punya kendaraan? Aku sendiri ke sini ya jalan kaki, mlaku, makanya sampe kurus dan kakiku sampe pengkor-pengkor semua ini, nda’ pake kendaraan apa-apa…
Bagong: Calon independen.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar