OTAK, instrument pikir akan menghasilkan output untung - rugi, mungkin - mustahil dan benar - salah (berdasarkan ukuran-ukuran yang diciptakan manusia sendiri). Sedang HATI, instrument rasa akan menghasilkan output manfaat - mudlarat, pantas - wagu dan etis - tidak etis (bersarkan inspirasi yang diperoleh dari Sang Pencipta). Otak dan hati adalah dua perangkat yang berbeda. Ketika kita menyiapkan waktu dan ruang di hati untuk menyongsong datangnya inspirasi maka tinggalkan otak, berhentilah berpikir agar inspirasi lebih cepat masuk ke dalam relung hati.

(Pujo Priyono)

===================================================

07 Agustus 2009

Merenungkan Mutu Kebudayaan

Innalillahi wa inaillaihi rijiun. Kabar duka kembali datang. WS. Rendra. Ini tulisan terakhir beliau yang sempat saya baca. semoga bermanfaat....

--------
Merenungkan Mutu Kebudayaan
Ditulis Oleh: WS Rendra

MEMBANGUN kebudayaan pada hakikatnya meningkatkan budi dan daya manusia di dalam mengembangkan mutu dan keseM jahteraan hidupnya. Kesejahteraan hidup manusia harus mengandung mutu untuk kepuasan batin dan pikiran. Sebaliknya idealisme mutu harus ada kaitannya dengan kenyataan kesejahteraan.

Kesejahteraan yang diperoleh dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan mana bisa menimbulkan ketenteraman? Mana mungkin kesejahteraan dibangun dengan merusak kehidupan kaum lemah dan memorak-porandakan lingkungan alam? Sebaliknya pula, nilai-nilai mutu yang dipertahankan haruslah mengandung dinamika yang mampu menjawab tantangan zaman. Apakah gunanya nilai-nilai yang mengekang perkembangan kehidupan sosial kaum perempuan, misalnya? Dan apakah gunanya pula nilai-nilai yang menyebabkan masyarakat menjadi kolot? Meningkatkan budi dan daya manusia pada intinya adalah meningkatkan kesadaran dan kekuatan daya hidup. Totalitas kesadaran manusia tidak terdiri dari kesadaran pikiran semata, tetapi juga kesadaran batin dan pancaindranya. Oleh sebab itu, olah kepekaan pancaindra yang dikembangkan oleh dunia persilatan dan seni bela diri, juga dunia kanuragan dan dunia kepanduan pantas untuk dilestarikan. Sebab pancaindra adalah pintu pertama ke arah penyadaran terhadap kenyataankenyataan kebendaan di luar diri kita.

Pengamatan yang total dan teliti atas kenyataan kebendaan dari zat dan jasad di dalam alam semesta ini telah mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi para seniman hal tersebut bisa melahirkan kemampuan untuk melukiskan kekayaan detail.

Adapun kepekaan batin adalah unsur kesadaran yang paling dalam pada diri manusia. Iman, cinta, kedamaian, kepuasan dan sejenisnya tidak bisa ditangkap oleh pancaindra. Bahkan, kadang luput dari pengertian pikiran. Tetapi bisa seketika dihayati oleh batin.

Ikatan jodoh antara lelaki dan perempuan, antara seorang dengan bangsa dan tanah airnya, dengan keluarganya, atau sahabatnya adalah ikatan batin. Semua pengalaman kita yang hanya menjadi pengalaman pancaindra dan pikiran akan sedikit artinya bagi perkembangan kehidupan apabila tidak mendalam menjadi pengalaman batin. Tanpa penghayatan batin, tidak ada kenikmatan hidup yang memuaskan manusia. Membangun kebudayaan yang mengabaikan segi kehidupan batin justru akan menimbulkan keresahan dan ketegangan.

Glamor kebudayaan Sodom dan Gomorah, atau keperkasaan proyek menara Babil, bukanlah jawaban untuk kepuasan hidup manusia. Karena, tidak mengandung masukan terhadap batin. Ternyata tujuan tidak bisa menghalalkan cara. Karena, kita tidak pernah bisa hindar untuk bertanggung jawab kepada batin kita mengenai cara-cara kita dalam mencapai tujuan. Macbeth dan Duryudana harus menanggung derita batin yang berat karena cara-caranya dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Elvis Presley, Marilyn Monroe, dan Michael Jackson menjulang dan kaya raya sampai akhir hidupnya. Tetapi, karena batin yang sakit, mereka tidak bisa menikmati kejayaannya itu. Di dalam membangun kebudayaan perhatian kepada kehidupan batin tidak semata-mata terwujud dalam besaran anggaran belanja, tetapi terutama di dalam ketulusan untuk menciptakan iklim pertumbuhannya. Harus ada ketulusan politik untuk menciptakan keadaan yang beradab dan menyingkirkan kebatilan.

Kebudayaan tidak bisa diciptakan dengan kerakusan dan brutalitas. Sebab, batin manusia akan tersiksa. Di sisi lain, memuliakan batin kita tidak mungkin dilakukan tanpa memuliakan batin orang lain di dalam kehidupan bersama.

Apabila kesadaran batin adalah dasar kemantapan kebudayaan, kesadaran pikiran adalah motor kemajuannya. Ia sumber daya cipta yang bisa menyajikan cita-cita dan konsep untuk hidup bersama. Pikiran mampu bernalar secara sebab-akibat, sehingga melahirkan filsafat. Pikiran mampu bernalar secara analisis, sehingga melahirkan ilmu pengetahuan; atau secara paralel sehingga bisa mendekati batin, selanjutnya melahirkan mistikisme dan kesenian.

Halangan Selalu ada halangan di segenap kurun masa untuk memperkembangkan pikiran. Suatu penemuan pikiran yang akhirnya bisa diterima oleh masyarakat akan menjadi kesadaran akal sehat kolektif. Pemikiran baru yang datang kemudian, kadang-kadang sangat sulit untuk membuka dan memperkembangkan akal sehat kolektif itu.

Akal sehat kolektif yang pada zaman tertentu dinilai sangat progresif, di kurun masa sesudahnya bisa dianggap sangat konservatif. Bangsa yang dianggap maju di dunia pada suatu zaman, apabila terlalu sulit berkembang akal sehatnya, bisa menjadi bangsa yang mundur dan terbelakang pada zaman berikutnya (Bandingkan Tiongkok di zaman Ch’in Shih-Huang Ti dan Tiongkok di permulaan abad XX). Oleh karena itu, daya dinamik akal sehat kolektif harus selalu dijaga. Inilah tugas para pemikir dan seniman di dalam masyarakat. Sebab, kesibukan operasi kekuasaan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat sering mengesampingkan standar mutu akal sehat kolektif itu.

Bahkan sering terjadi, para pemikir dan seniman-–yang biasanya peka pada mutu kesadaran pikiran—dengan sengaja dibungkam, sehingga akal sehat kolektif menjadi beku, pasif, ataupun malah merosot standarnya. Namun keadaan seperti itu malah dianggap sebagai yang ideal, yang rukun, yang stabil untuk landasan operasi yang lancar. Tidak pernah disadari bahwa akal sehat kolektif yang beku dan pasif adalah bom waktu yang akan membuat mobilitas masyarakat menjadi sekadar mekanis, tidak kreatif. Lalu akhirnya akan mengakibatkan mobilitas itu tersendatsendat seperti mesin yang bobrok, dan ujungnya menjadi bangsa yang kalah, tak berdaya, dijajah secara halus ataupun brutal oleh kekuatan-kekuatan lain di dunia.

Dengan kata lain, apabila keadaan sudah sedemikian parah serupa itu, hanya dengan susah payah, banyak toleransi, dan kesabaran, bisa diperbaiki. Esensial Inilah kenyataan yang pedih. Kita ketinggalan perkembangan pikiran. Pedih. Tetapi kepedihan ini seharusnya bisa menjadi cambuk untuk kebangkitan

Pembangunan struktural sangatlah penting, tetapi dapat menjadi sia-sia bila tidak disertai secara sekaligus membangun yang esensial, yaitu dunia pikiran dan kelestarian dunia batin.

Tanpa kelestarian dunia batin, kebudayaan tidak akan mendatangkan ketenteraman hidup kepada masyarakat. Tanpa dinamika dunia pikiran, struktur dan infrastruktur akan kehilangan fungsi, sehingga menjadi sekadar berhala belaka. Sebenarnya di dalam sila-sila kehidupan kita bersama telah tersedia
jawaban yang positif. Melestarikan dunia batin akan ditunjang oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengembangkan fi lsafat kemanusiaan, mengenal adanya Kedaulatan Manusia dengan segenap hak dan kewajibannya akan ditunjang oleh Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dan hak rakyat untuk mengembangkan akal sehat kolektif dengan mempraktikkan disiplin analisis akan sesuai dengan kalimat di dalam Preambul UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian dari itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan batin yang damai dan penuh iktikad baik, kita sebagai suatu bangsa harus siap bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaanpertanyaan itu, tidak sekadar berdasarkan prinsip, sekaligus berdasarkan pelaksanaan yang operatif. Itulah salah satu jalan keluar untuk bangkit dan mengejar cakrawala kita. (Sumber: Media Indonesia, 14 Juli 2009)

------

Keluarga Besar Kenduri Cinta

Mengucapkan Turut Bela Sungkawa Atas Meninggalnya Saudara Kita Willibrordus Surendra Broto Rendra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar