Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI, Komisaris Jenderal (Komjen) Susno Duadji ditahan, segala macam argumen bertebaran diberbagai media. Perdebatan tiada henti silih berganti dari satu stasiun TV ke stasiun TV yang lain. Pengacara Susno “diadu” dengan perwakilan Polri diwasiti oleh pengamat politik dan pakar hukum, dan dipromotori oleh produser statsiun televisi. Bak seorang artis yang sedang kena gosip perceraian, para “tokoh-tokoh” yang ada dalam kasus ini hilir mudik di layar kaca.
Perang Citra, begitulah beberapa orang pintar bilang. Semangat utama yang dibangun bukan mencari kebenaran, melainkan beradu opini untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Kadang kala manuver-manuver yang dilakukan menembus batas akal sehat ataupun logika, karena sasaran tembaknya adalah perasaan masyarakat. Yang secara kebetulan masyarakat kita adalah masyarakat cengeng yang perasa, yang hobi banget bersedih-ria ala sinetron atau nangis habis ala termehek-mehek.
Berita yang disajikan juga sering tidak ada hubungannya dengan esensi kasus, yang dihadirkan malah sisi-sisi mengharukan dari sang tokoh. Beberapa kali kita sering lihat berita yang mungkin bisa dianggap keluar dari topik utama. Misalnya, ada berita tentang Susno cipika cipiki dengan istrinya di depan bui, kemudian disusul berita Susno bertemu cucunya, dan banyak berita lain yang sejenis.
Tidak sampai disitu, permainan pembentukan opini pun masih berlanjut. Rabu siang lalu (12/05/2010), Ny Herawati didampingi dua putrinya serta Kakak Sepupu Susno, Husni Maderi mendatangi Gedung Sekretariat Negara (Setneg), tujuannya adalah menyampaikan surat pribadinya kepada Ibu Negara, Kristiani Herawati.
Surat Herawati kepada Herawati ini antara lain berisi tentang keluh kesah seorang istri yang suaminya dizolimi oleh para elite institusi Polri. Dengan mimik sedih, Herawati membacakan suratnya dihadapan wartawan, “Melalui kesempatan ini, izinkanlah saya sebagai seorang istri anggota Bhayangkari Polri menyampaikan curahan keprihatinan yang mendalam atas perlakuan penzaliman terhadap suami saya, Komjen Susno Duadji, dan perilaku para elite institusi Polri yang berusaha menghancurkan kehidupan keluarga saya”
Mungkin ini adalah masanya transparansi, sehingga isi surat yang katanya surat pribadi itu harus dibacakan dimuka umum, atau ini semacam strategi agar si penerima surat juga akhirnya harus menjawabnya secara terbuka.
Melalui Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, media mendapatkan konfirmasi bahwa surat curhat itu sudah sampai ke tangan Ibu Negara, numun perlu waktu untuk menanggapinya.
“Ya, suratnya sudah diterima kemarin. Tentu, tindak lanjutnya belum diketahui, karena Ibu masih ingin mempelajari dan meminta masukan untuk menanggapi surat tersebut,” ujar Julian.
Untuk menjawab surat singkat seperti itu perlu dibahas, dipelajari, ditimbang-timbang, ditelaah, diukur akibat-akibat yang akan terjadi dari jawaban yang akan diberikan. Mungkin saja, saat ini sedang ada rapat akbar, dimana dihadiri oleh ahli bahasa, pakar hukum, konsultan politik dan beberapa profesor dibidang komunikasi masyarakat. Semuanya dibahas sedemikian rupa, karena jawaban apapun akan menentukan citra Ibu Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar