OTAK, instrument pikir akan menghasilkan output untung - rugi, mungkin - mustahil dan benar - salah (berdasarkan ukuran-ukuran yang diciptakan manusia sendiri). Sedang HATI, instrument rasa akan menghasilkan output manfaat - mudlarat, pantas - wagu dan etis - tidak etis (bersarkan inspirasi yang diperoleh dari Sang Pencipta). Otak dan hati adalah dua perangkat yang berbeda. Ketika kita menyiapkan waktu dan ruang di hati untuk menyongsong datangnya inspirasi maka tinggalkan otak, berhentilah berpikir agar inspirasi lebih cepat masuk ke dalam relung hati.

(Pujo Priyono)

===================================================

17 Agustus 2011

Rakyat yang Bebal

17 Agustus, hari yang punya arti penting bagi bangsa ini. Indonesia ulang tahun. Hampir semua warga negara ini bergembira menyambut peringatan hari lahir tanah airnya. Semua pihak kadang punya ‘ritual’ sendiri-sendiri untuk menyambut peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Orang-orang kampung bergembira dengan berbagai lomba, mulai panjat pinang hinggga balap karung. Pelajar ikut berbagai lomba cerdas cermat hingga lomba baca puisi. Semua bergembira.

Selain lomba-lomba itu yang sifatnya non-resmi, sekedar pesta rakyat, institusi-institusi resmi dinegeri ini punya kewajiban untuk melakukan yang sifatnya resmi, upacara peringatan detik-detik proklami kemerdekaan Republik Indonesia.

Upacara pengibaran dan penurunan bendera dilakukan mulai dari tinggat kecamatan hingga ‘level tertinggi’ yang dilakukan di Istana Negara yang dipimpin langsung oleh Kepala negara. Hampir semua dari kita sepakat bahwa acara ini adalah acara yang sakral dan memiliki ‘nilai’ penting. Semua stasiun televisi menyiarkan acara ini.

Dan karena dianggap sakral inilah maka jika ada sesuatu yang aneh terjadi dalam upacara itu maka dengan mudah jadi perhatian. Bendera yang sobek atau terbalik saat upacara itu maka akan jadi berita heboh.

Dan karena dianggap penting itu, anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) sudah dipilih dan dilatih berbulan-bulan sebelum upacara. Itu semata-mata demi sempurnanya acara kenegaraan yang hanya dilakukan setahun sekali itu.

Semua mata memperhatikan, semua orang mengamati. Dan upacara inilah salah satu dari sedikit momen dimana orang Indonesia ‘disatukan’.

Cacat sedikit saja dalam acara itu maka akan jadi bahan pembicaraan banyak pihak. Ada yang aneh sedikit saja dalam pelaksanaan ritual kenegaraan itu, maka gunjingan demi gunjingan akan datang silih berganti.

Jangankan ada yang aneh dalam rangkaian acara resminya, ada yang janggal dalam ‘acara tambahan’ saja bikin orang berkomentar negatif. Tentu masih kita ingat tentang pembagian buku Agus Harimurti Yudhoyono, yang merupakan putra sulung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kejadian itu menuai gunjingan dari berbagai pihak. Bagi sebagian orang, kurang etis membagikan buku yang sifatnya pribadi disebuah acara kenagaraan.

Ada juga kejadian saat upacara yang menjadi sumber ‘cercaan’. Pada upacara peringatan detik-detik proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 2009, ada satu lagu ciptaan SBY yang dikumandangkan. Lagu SBY yang berjudul “Ku Yakin Sampai Di Sana” dinyanyikan disela-sela lagu-lagu nasional dan daerah.

Saat itu, baru pertama kali dalam sejarah bangsa ini dalam acara resmi kenegaraan ada lagu ciptaan Presiden dikumandangkan. Kontan saja, saat itu ada banyak orang yang kemudian mengeluarkan komentar-komentar bernada sinis.

Cerita terulang, tahun 2010 diacara yang sama lagu ciptaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, "Mentari Bersinar" Dinyanyikan. Lagu karya Presiden SBY ini dibawakan kelompok Paduan Suara Gita Bahana Nusantara, tepatnya setelah bendera Merah-Putih dikibarkan.

"Mentari Bersinar" dinyanyikan di urutan ketiga setelah lagu legendaris, "Hari Merdeka" dan "Tanah Tumpah Darahku."

Dan seperti tahun sebelumnya, tahun ini juga terjadi hal serupa. Untuk kesekian kali lagu yang ditulis oleh SBY dinyanyikan saat upacara HUT kemerdekaan Republik Indonesia. Lagu berjudul Untuk Bumi Kita ini dinyanyikan Arjuna Pratama Djahir dari Maluku Utara.

Lagu SBY ini dinyanyikan di antara lagu-lagu Nusantara dengan sejumlah pencipta terkenal. Misalnya Hari Merdeka ciptaan HS Mutahar, Hymne Kemerdekaan ciptaan Ibu Sud, dan medley Nyanyian Nusantara dan Syukur ciptaan HS Mutahar.

Seperti tak punya rasa bosan, komentar-komentar negatif kembali terdengar untuk menanggapi munculnya lagi lagu SBY di acara resmi kenegaraan ini.

---

Tiap tahun suara-suara bernada protes terdengar untuk menanggapi munculnya lagu ciptaan Presiden. Komentar miring hadir setiap tahun, setiap upacara 17 Agustus di Istana Negara itu. Tahun 2009 protes, tahun 2010 ngedumel, tahun 2011 ngomel-ngomel. Apakah tahun 2012 nanti masih juga banyak bicara kalau lagu SBY kembali dinyanyikan lagi di upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia? Kalau ternyata ada rakyat yang masih saja protes, maka saya kategorikan mereka rakyat yang bebal. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar