OTAK, instrument pikir akan menghasilkan output untung - rugi, mungkin - mustahil dan benar - salah (berdasarkan ukuran-ukuran yang diciptakan manusia sendiri). Sedang HATI, instrument rasa akan menghasilkan output manfaat - mudlarat, pantas - wagu dan etis - tidak etis (bersarkan inspirasi yang diperoleh dari Sang Pencipta). Otak dan hati adalah dua perangkat yang berbeda. Ketika kita menyiapkan waktu dan ruang di hati untuk menyongsong datangnya inspirasi maka tinggalkan otak, berhentilah berpikir agar inspirasi lebih cepat masuk ke dalam relung hati.

(Pujo Priyono)

===================================================

07 Maret 2008

Semangat Merubah Hidup

“Kamu seh, dah tau dia cewek cantik… maen tembak aja… udah pasti kamu ditolak” ujar Noe pada Bed sahabatnya.

“Justru karena dia cantik, makanya aku nembak dia… aku jatuh cinta padanya” Bed membela diri.

“hehe…” Noe tersenyum mengejek.

“Kamu gak setia kawan deh… temen ditolak, kamu malah tertawa… bukannya menghibur” Bed kecewa.

“Sorry teman… aku turut prihatin dengan keterpurukan nasibmu itu… tapi…” Noe tersenyum kembali, kemudian meneruskan kata-katanya. “tapi kamu harus terima hukum alam… orang cantik itu jarang yang jomblo… dan orang jelek kayak kamu lebih berpeluang untuk dicampakkan oleh cewek cantik… itu hukum alam yang hampir mutlak kebenarannya”

Bed hanya memasang muka kusutnya. Noe memang orang yang sulit untuk bicara hal-hal serius, keadaan yang mestinya bernuansa kesedihan seperti ini saja Noe masih saja becanda.

“Jangan salahkan Tuhan… Dia pasti punya maksud tersembunyi ketika menciptakan makhluk sepertimu” Noe masih saja mengutarakan kalimat-kalimat yang sedikit menyentil hati. “Orang sepertimu dituntut untuk sabar… sabar yang harus kamu tanamkan pada dirimu harus ribuan kali lebih banyak dibanding kesabaran orang-orang pada umumnya… sebab keadaanmu juga ribuan kali lebih parah dari keadaan orang-orang pada umumnya” Noe mengejek lagi.

“Udahlah… ngomong sama kamu bukannya buat perasaanku lebih baik, malah tambah sakit hati…” Bed mulai malas mendengar kata-kata sahabatnya itu.

Meski kata-kata Noe tergolong kata-kata yang mengiris hati, namun Bed tak pernah marah, Bed tau bahwa Noe memang orangnya selengean, jarang bicara serius, suka menghina. Kedekatan mereka berdua yang membuat Noe tak bisa marah, mereka sudah selayaknya saudara.

Sudah 4 tahun lamanya mereka menjalin persahabatan. Perasaan senasib sebagai mahasiswa perantau yang terlunta-lunta tanpa keluarga dan uang kiriman telah membangun ikatan kuat diantara mereka berdua.

“Bed… ada tiga tahap dalam mendekati cewek… yang pertama BERUSAHA…. Apa kamu sudah berusaha?” Noe memancing percakapan tetang cinta itu lagi

“Sudah” jawab Bed Singkat.

“Apa?”

“Ya seperti layaknya cowok-cowok lainnya… ngobrol ditelpon secara intensif, SMS tiap malam, ngajak jalan, bantuin dia ngerjain tugas kuliah… pokoknya banyak deh…” Bed coba menjelaskan.

“Oke… aku anggap itu sudah bisa dianggap sebagai usaha… meskipun sebenarnya masih standar banget… Sekarang menuju tahap kedua, yaitu BERDO’A… apa kamu sudah melakukan hal itu?”

“Sudah… tiap malam aku berdo’a” jawab Bed

“nah… sekarang tahap ketiga…” Noe tersenyum. “Tahap terakhir yang harus dan wajib kamu lakukan adalah BERCERMIN…. Hahaha……”

“Kepalamu peyang…” Bed memaki.

“Sudahlah teman… gak perlu dipikirin… cewek bukan segalanya… banyak hal yang meski kita pikirin… utang di warung Bu Sri, tagihan listrik, penelitian, uang SPP semester depan… banyak… orang seperti kita gak punya waktu untuk hal-hal seperti itu… makan aja susah…” Noe mulai menunjukkan keseriusan meski masih agak bernada canda.

Bed hanya mengerutkan dahinya seraya mengaruk kepalanya yang tak gatal.

“Hemat-hemat itu pulsa… gunakan untuk hal-hal yang produktif… dari pada uang koinmu masuk di telpon umum untuk nelpon betinamu itu, mending masukin uang koinmu di kotak amal… dari pada ngajak jalan cewek, mending uangnya di pakai bayar utang di warung Bu Sri”

“Tapi setiap manusia kan butuh cinta…” Bed berkilah

“Hahaha… cinta?! Sadar bung…! Oke… oke…. Apa yang kamu cari dari cinta seorang betina…? Sorry jika aku berkesimpulan dari pengematanku diluar sana… pacaran hanya berujung pada nafsu… okelah… tidak 100% seperti itu… tapi menurutku ada lebih dari 80% yang ujung-ujungnya adalah kasur… betul ga?”

Bed mengangguk pelahan

“Kalo hanya nafsu… kamu bisa pinjem HPnya Rino, Nanda, Bobi atao yang laennya… dalam HP mereka itu banyak tersimpan film-film mesum… kamu juga bisa pake kamar mandi… di dunia ini banyak kok kamar mandi yang bisa kamu pake sebagai tempat onani…”

Bed tersenyum berat.

Noe melanjutkan ceramahnya “Kita hidup pada masyarakat realis… termasuk kita… dunia ini yang mendorong seluruh makhluk untuk menganut paham realis… jangan salahkan betina yang memprioritaskan pejantan-pejantan bermateri… materi itu penting… sangat penting… jadi, kaum jelata dan jelek kayak kita ini tak pernah masuk dalam daftar buku harian mereka…”

“Bagaimana dengan nasib cinta sejati?” tanya Bed

“Temukan cinta sejati itu di selokan belakang rumah… ini bukan jamannya romeo, ini bukan masanya galih dan ratna… “

“Jadi orang-orang kayak kita selamanya gak akan dapat jodoh…” Bed bertanya kembali

“Selesaikan kuliahmu, kerja dan penuhi kantongmu dengan kartu kredit… disela-sela tumpukan kartu kreditmu itu ada jodoh… jodoh yang sesuai keinginanmu pastinya… tapi kalo kamu memilih jodoh yang ada dalam suratan takdir, kamu diam saja… kerja aja seadanya… jodoh akan datang kok… tapi seadanya juga”

Dibalik kata Noe yang bernada tak serius itu ada makna yang begitu dalam.

“Ingat… cewek matre itu harus ada… biar manusia-manusia kayak kita ini punya semangat untuk merubah hidup”

Nov '06

Tidak ada komentar:

Posting Komentar